Preesure pendidikan
Pendidikan adalah salah satu hak dari anak bangsa ini. Pemerintah telah menggangrkan kurang dari 20% dari anggaran pendapatan Negara. Sungguh angka yang fantastis bagi rakyat jelata seperti kita. Namun apakah angka itu sudah kita rasakan ataukah anak-anak kita yang merasakan? Mungkin jawabannya masih sama yaitu belum, bahkan ada yang merasa itu hanya bohong-bohongan kaum elit politik saja. Pada waktu pemili para elit politik serasa mengobral janji-janji untuk meningkatkan anggaran atau akan memperjuangkan anak-anak mereka agar dapat diterima disekolah-sekolah dengan biaya murah bahkan dengan GERATIS. Sungguh ironi kalau sekarang rakyatnya yang dulu mengelu elukan calegnya sekarang dibuang seperti kulit kacang goring yang ditempatkan sembanrangan semau orang yang memakannya. Heh, kata itulah yang tersisa. Namun kita sebagai orangtua yang baik harus selalu ingat bahwa anak merupakan titipan yang illlahi, oleh karena itu kita perlu myekolahkan anak-anak kita setinggi-tingginya sehingga anak mendapat warisan ilmu yang cukup untuk melanjutkan keturunannya, amiiin.
Tekanan pendidikan di Indonesia sungguh berat, banyak intervensi dari beberapa pihak yang ingin penddikannya maju seperti Negara tetangga. Kalau kita lihat Negara Malaysia merupakan Negara yang bias dijadikan kiblatnya pendidikan modern. Kenapa Malaysia? Malaysia merupakan Negara diasia yang bias berkembang secara cepat bain saran dan prasarananya, gedung-gedung pencakar langit adalat salah satu indicator Negara disebut Negara maju. Selain itu penegakan hokum yang tepat dan tanpa memihak salah satu pihak juga merupakan salah satu kunci keberhasilan. Hokum bebnar-benar dijalankan sehingga Negara bukan hanya milik segelintir orang. Pada waktu dulu Malaysia meminta bantuan kepada kita untuk mendatangkan guru-guru dari Indonesia untuk mengajari anak bangsanya membaca, menulis, dan berhitung. Namun soal pengembangan mereka mungkin kurang pecaya kepada kita. Pengembangan pembangunan mereka berkiblat kepada Negara-negara eropa yang majudan nerara asia yang sudah diperhitungkan yaitu china dan jepang. Lantas Indonesia?? Yaa hanya sebagai guru calistung saja…sekaranng banyak anak bangsa kita yang pinter telah menjadi incaran bangsa malysia, sebagai contohya mereka menempatkan mahasiswa yang berprestasi untuk diberikan beasiswa kemanapun mereka akan melanjutkan, setelah selesai mereka sudah diberikan opsi perusahaan untuk dikaryakan sebagai manusia pilihan dan tentunya diberikan gaji yang semestinya. Kapan Indonesia begini??????
Tekanan dari luar tentunya kita sudah lihat kita ngak ingin kalah dari luar. Tekanan yang kedua berasal dari pemerintah Indonesia yang tercinta ini. Pemerintah melalui departemen pendidikan nasionalnya ingin lulusannya dapat menjawab tantangan globalisasi. Setelah mereka lyulus mereka rencannya dapat meneruskan sekolah yang diluar negeri ataupun minimal dapat berbicara dengan orang asing. Makanya depatemen ini secra jelas dan meyakinkan membentuk sekolah-sekolah bertaraf internasional yang kita pun masih menyangsikannya terhadap lulusannya untuk bersaing secar sehat di dunia internasional. Namun kita saat ini juga harus bangga dengan adanya berita-berita tentang kejuaraan olimpiade-olimpiade tingkat internasional yang kita menangkan. Walaupun penghargaan dari pemerintah sungguh menyedihkan dan menyakitkan bagi calon-calon penerus bangsa ini. saat inipun banyak progam yang sudah dicanangkan oleh pemerintah, adanya program peningkatan mutu. Dalam peningkatan mutu sekarang anak ini disekolah yang katanya sekolah standar nasional sudah bisa mendirikan kelas akselerasi, klelas akselerasi ini tujuan utamanya menjadikan anak bias lebih cepat menyerap dan mempelajari pelajaran yang ada disekolah. Namun kenyataannya didalam kelas akselerasi hanya dijadikan sapi perahan untuk meraup dana yang lebih besar dari para orang tua murid. Mulai dari pembelian buku, fotokopi bahan ajar, latihan soal-soal , sampai kea rah penggunakan perangkat multi media. Dan yang lebih miris lagi kelas aksel yang sebelunya dijadikan mencari kepitaran anak sekarang bergeser untuk mencari harga diri atau prestige dikalangan orang tuanya sendiri. Para orang tua hanya ingin anaknya bias masuk ke kelas aksel walaupun dengan harus membayar uang yang tidak sedikit, seperti untuk menyogok pihak sekolah. Dan kebanyakkan anak yang dimasukkan ke dalam kelas aksel jika yang pingin orang tuanya maka tingkat kepintaran anak akan jelas menurun dan akibatnya bukannya tambah pinter namun anak itu malah akan menjadi bodoh dan stressss.
Tekanan yang ketiga berasal dari sekolah. Sekolah yang sebelumnya sebagai induk bagi siswa dan tepat yang paling baik bagi perubahan pola pokir anak malah menjadi boomerang bagi siswa tu sendiri. Hal ini tentunya dibuktikan dengan adanya banyaknya anak yang keluar sekolah karena tingginya biaya sekolah. Pemerintah sudah menggangarkan anggaran sebanyak 20 % namun itu hanya bias dinikmati oleh sebagaian kecil sekolah saja. BOS atau biaya operasional sekolah adalah anggaran yang harus dipenuhi oleh setiap sekolah. Namun kata pemerintah dengan adanya dana bos yang merupakan penjelmaan dari anggaran tersebut masih hanya dijadikan mimpi bagi anak, hal ini diungkapkan oleh banyak wali kelas yang mengeluhkan tinginya dana komite. Memang dana komite merupakan dana yang sudah disepakati oleh semua wali murid demi kelancaran kegiatan proses belajar mengajar. Dengan alas an tersebut anak yang seharusnya bias tenang belajar sekarang terusik dengan keluh kesah orangtuanya yang selalu mmikirkan banyaknya hutang pendidikan yang ia tanggung. Hal ini diperparah dengan rendahnya mental anak tersebut. Sekarang banyak anak yang bunuh diri karena disebabkan oleh orangtuanya tidak mampu untuk membayar uang sekolah, akibatnya anak di olok-olok dan ditakut-takuti oleh pihak sekolah untuk di keluarkan jika tidak mampu melunasi utangnya. Sungguh ironi dan miris mendengar khabar tersebut.
Tekanan yang keempat masih berkisar terhadap target dari pemerintah
Pendidikan adalah salah satu hak dari anak bangsa ini. Pemerintah telah menggangrkan kurang dari 20% dari anggaran pendapatan Negara. Sungguh angka yang fantastis bagi rakyat jelata seperti kita. Namun apakah angka itu sudah kita rasakan ataukah anak-anak kita yang merasakan? Mungkin jawabannya masih sama yaitu belum, bahkan ada yang merasa itu hanya bohong-bohongan kaum elit politik saja. Pada waktu pemili para elit politik serasa mengobral janji-janji untuk meningkatkan anggaran atau akan memperjuangkan anak-anak mereka agar dapat diterima disekolah-sekolah dengan biaya murah bahkan dengan GERATIS. Sungguh ironi kalau sekarang rakyatnya yang dulu mengelu elukan calegnya sekarang dibuang seperti kulit kacang goring yang ditempatkan sembanrangan semau orang yang memakannya. Heh, kata itulah yang tersisa. Namun kita sebagai orangtua yang baik harus selalu ingat bahwa anak merupakan titipan yang illlahi, oleh karena itu kita perlu myekolahkan anak-anak kita setinggi-tingginya sehingga anak mendapat warisan ilmu yang cukup untuk melanjutkan keturunannya, amiiin.
Tekanan pendidikan di Indonesia sungguh berat, banyak intervensi dari beberapa pihak yang ingin penddikannya maju seperti Negara tetangga. Kalau kita lihat Negara Malaysia merupakan Negara yang bias dijadikan kiblatnya pendidikan modern. Kenapa Malaysia? Malaysia merupakan Negara diasia yang bias berkembang secara cepat bain saran dan prasarananya, gedung-gedung pencakar langit adalat salah satu indicator Negara disebut Negara maju. Selain itu penegakan hokum yang tepat dan tanpa memihak salah satu pihak juga merupakan salah satu kunci keberhasilan. Hokum bebnar-benar dijalankan sehingga Negara bukan hanya milik segelintir orang. Pada waktu dulu Malaysia meminta bantuan kepada kita untuk mendatangkan guru-guru dari Indonesia untuk mengajari anak bangsanya membaca, menulis, dan berhitung. Namun soal pengembangan mereka mungkin kurang pecaya kepada kita. Pengembangan pembangunan mereka berkiblat kepada Negara-negara eropa yang majudan nerara asia yang sudah diperhitungkan yaitu china dan jepang. Lantas Indonesia?? Yaa hanya sebagai guru calistung saja…sekaranng banyak anak bangsa kita yang pinter telah menjadi incaran bangsa malysia, sebagai contohya mereka menempatkan mahasiswa yang berprestasi untuk diberikan beasiswa kemanapun mereka akan melanjutkan, setelah selesai mereka sudah diberikan opsi perusahaan untuk dikaryakan sebagai manusia pilihan dan tentunya diberikan gaji yang semestinya. Kapan Indonesia begini??????
Tekanan dari luar tentunya kita sudah lihat kita ngak ingin kalah dari luar. Tekanan yang kedua berasal dari pemerintah Indonesia yang tercinta ini. Pemerintah melalui departemen pendidikan nasionalnya ingin lulusannya dapat menjawab tantangan globalisasi. Setelah mereka lyulus mereka rencannya dapat meneruskan sekolah yang diluar negeri ataupun minimal dapat berbicara dengan orang asing. Makanya depatemen ini secra jelas dan meyakinkan membentuk sekolah-sekolah bertaraf internasional yang kita pun masih menyangsikannya terhadap lulusannya untuk bersaing secar sehat di dunia internasional. Namun kita saat ini juga harus bangga dengan adanya berita-berita tentang kejuaraan olimpiade-olimpiade tingkat internasional yang kita menangkan. Walaupun penghargaan dari pemerintah sungguh menyedihkan dan menyakitkan bagi calon-calon penerus bangsa ini. saat inipun banyak progam yang sudah dicanangkan oleh pemerintah, adanya program peningkatan mutu. Dalam peningkatan mutu sekarang anak ini disekolah yang katanya sekolah standar nasional sudah bisa mendirikan kelas akselerasi, klelas akselerasi ini tujuan utamanya menjadikan anak bias lebih cepat menyerap dan mempelajari pelajaran yang ada disekolah. Namun kenyataannya didalam kelas akselerasi hanya dijadikan sapi perahan untuk meraup dana yang lebih besar dari para orang tua murid. Mulai dari pembelian buku, fotokopi bahan ajar, latihan soal-soal , sampai kea rah penggunakan perangkat multi media. Dan yang lebih miris lagi kelas aksel yang sebelunya dijadikan mencari kepitaran anak sekarang bergeser untuk mencari harga diri atau prestige dikalangan orang tuanya sendiri. Para orang tua hanya ingin anaknya bias masuk ke kelas aksel walaupun dengan harus membayar uang yang tidak sedikit, seperti untuk menyogok pihak sekolah. Dan kebanyakkan anak yang dimasukkan ke dalam kelas aksel jika yang pingin orang tuanya maka tingkat kepintaran anak akan jelas menurun dan akibatnya bukannya tambah pinter namun anak itu malah akan menjadi bodoh dan stressss.
Tekanan yang ketiga berasal dari sekolah. Sekolah yang sebelumnya sebagai induk bagi siswa dan tepat yang paling baik bagi perubahan pola pokir anak malah menjadi boomerang bagi siswa tu sendiri. Hal ini tentunya dibuktikan dengan adanya banyaknya anak yang keluar sekolah karena tingginya biaya sekolah. Pemerintah sudah menggangarkan anggaran sebanyak 20 % namun itu hanya bias dinikmati oleh sebagaian kecil sekolah saja. BOS atau biaya operasional sekolah adalah anggaran yang harus dipenuhi oleh setiap sekolah. Namun kata pemerintah dengan adanya dana bos yang merupakan penjelmaan dari anggaran tersebut masih hanya dijadikan mimpi bagi anak, hal ini diungkapkan oleh banyak wali kelas yang mengeluhkan tinginya dana komite. Memang dana komite merupakan dana yang sudah disepakati oleh semua wali murid demi kelancaran kegiatan proses belajar mengajar. Dengan alas an tersebut anak yang seharusnya bias tenang belajar sekarang terusik dengan keluh kesah orangtuanya yang selalu mmikirkan banyaknya hutang pendidikan yang ia tanggung. Hal ini diperparah dengan rendahnya mental anak tersebut. Sekarang banyak anak yang bunuh diri karena disebabkan oleh orangtuanya tidak mampu untuk membayar uang sekolah, akibatnya anak di olok-olok dan ditakut-takuti oleh pihak sekolah untuk di keluarkan jika tidak mampu melunasi utangnya. Sungguh ironi dan miris mendengar khabar tersebut.
Tekanan yang keempat masih berkisar terhadap target dari pemerintah
Komentar
Posting Komentar