Latar Belakang
Pada Tahun 2015
adalah tahun yang bersejarah bagi bangsa Indonesia, terutama di bidang ekonomi.
Di tahun inilah bangsa Indonesia harus siap dan mampu untuk bersaing di
kalangan regional Asia tenggara. AFTA (ASEAN Free Trade Area) yakni adalah
sebuah persetujuan oleh ASEAN mengenai sektor produksi lokal di seluruh
negara ASEAN (Wikipedia, 2016). Tujuan dari AFTA agar bisa meningkatkan daya
saing ekonomi kawasan ASEAN di dunia. Dilihat dari tujuannya, diberlakukannya
AFTA memang baik dan diharapkan bisa memberi dampak yang positif. Namun apabila
suatu negara belum siap dengan kekuatan ekonomi yang solid dan kokoh maka AFTA
bisa menjadi bumerang bagi negara tersebut. Negara yang belum siap dengan AFTA
bisa terjajah di bidang ekonomi.
Untuk bisa
bersaing dan senantiasa siap dengan perubahan zaman yang ada, setiap elemen
bangsa perlu melakukan perubahan. Perubahan yang mendasar dan perlu dilakukan
bersama adalah perubahan tentang mindset bahwa kita wajib belajar ke arah yang
lebih baik. Secara non formal kita bisa berguru terhadap orang-orang dan
keadaan disekitar kita. Namun secara formal, tempat untuk bisa merubah pikiran
kita hanya bisa dilakukan lewat jalur pendidikan. Dengan pendidikan yang cukup,
manusia akan memiliki pola pikir yang lebih maju, optimis, dan pantang
menyerah. Pendidikan yang berhasil adalah pendidikan yang akan merubah
seseorang menjadi lebih baik. Ada kasus juga yang terjadi, bahwa pendidikan
tidak bisa menjamin 100 % kehidupan akan baik. Namun dengan berpendidikan,
seseorang akan lebih baik dibandingkan seseorang yang tidak berpendidikan.
Pendidikan di
Indonesia memiliki tujuan-tujuan yang penting, salah satu tujuannya disebutkan
didalam Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyebutkan bahwa “Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuanuntuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakapkreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Di Indonesia sendiri ada
2 macam pendidikan, yaitu pendidikan formal dan non formal. Pendidikan non
formal mencakup pendidikan yang berada dalam lingkungan keluarga. Sedangkan
pendidikan formal dimulai dari pendidikan Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah
Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), sampai Perguruan Tinggi. Visi dan
misi pendidikan nonformal dirumah harus mampu dimengerti para orangtua agar
tidak salah arah dalam memberikan pengajaran.
Salah satu pendidikan
formal di Indonesia adalah Sekolah Menengah Atas (SMA). Tujuan pendidikan SMA
adalah mengantarkan peserta didik menuju ke jenjang yang lebih tinggi yakni
Perguruan Tinggi. Lulusan SMA diharapkan dapat memiliki kecakapan yang
dibutuhkan dalam mempersiapkan diri menuju pendidikan tinggi atau dunia kerja.
Kecakapan yang khususnya harus dimiliki lulusan SMA diharapkan dapat menjadi
modal bagi peserta didik untuk menghadapi problem hidup dan kehidupan yang
wajar, dan secara kreatif dapat mencari dan menemukan solusi sehingga mampu
mengatasi problem kehidupan yang dihadapinya (Depdiknas, 2002). Kecakapan
peserta didik yang dimiliki akan sangat menetukan bagaimana kehidupan siswa
kedepan. Ini bagaian dari sebuah alat untuk meraih cita-cita. Kecakapan peserta
didik akan terlihat pada pilihan jurusan yang dipilihnya. Sejatinya, diantara
jurusan yang ada tidak ada yang paling baik atau yang paling buruk jika dilihat
dari ilmu pengetahuan. Hal ini berbeda dengan kondisi penjurusan di SMA saat
ini, dimana terjadi stratifikasi jurusan yang terdiri dari IPA, IPS, dan
bahasa. Bagaimana sebenarnya kondisi penjurusan SMA saat ini? Dan mengapa
jurusan Bahasa semakin terpinggirkan? Apakah perlu jurusan bahasa di SMA
dihapus? Atau perlukah dibentuk SMK Bahasa?
Pentingnya Bahasa
Secara sosiologis, manusia memiliki
keinginan untuk bisa hidup secara bersama-sama untuk mengatasi masalah
kehidupan yang semakin kompleks. Syarat mutlak seseorang bisa dimengerti keinginannya
hanya bisa melalui pemahaman komunikasi.
Komunikasi yang dilakukan dapat dimengerti melalui pemahaman bahasa. Banyak
kejadian timbulnya masalah sosial karena kurangnya efektifnya berkomunikasi.
Seperti yang sedang banyak diperdebatkan tentang gaya komunikasi Gubernur DKI,
Ahok. Dengan bahasa, (baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat) orang akan
melakukan suatu komunikasi yang didahului dengan kontak sosial. Bahasa juga
dipandang sebagai cermin kepribadian seseorang karena bahasa diterjemahkan
sebagai refleksi rasa, pikiran dan tingkah laku. Oleh karena itu, orang yang
dapat berbahasa dengan baik akan mencerminkan masyarakat yang berbudaya.
Adakalanya seseorang yang pandai dan
penuh dengan ide-ide cemerlang harus terhenti bisnisnya hanya karena dia tidak
bisa menyampaikan idenya dalam bahasa yang baik. Oleh karena itu seluruh ide,
usulan, dan semua hasil karya pikiran tidak akan diketahui dan dievaluasi orang
lain bila tidak dituangkannya dalam bahasa yang baik. Sumarsono dan Partana
(2002:20) mengatakan bahwa bahasa sering dianggap sebagai produk sosial atau
produk budaya, yang merupakan wadah aspirasi sosial, kegiatan, perilaku
masyarakat, dan penyingkapan budaya termasuk teknologi yang diciptakan oleh masyarakat
pemakai bahasa.
Sebagai salah satu bagian budaya, bahasa
memegang peranan penting dalam pembicaraan bisnis antar bangsa. Dalam kerangka
lintas budaya (cross culture), bahasa Inggris yang dipakai sebagai
bahasa internasional, kemudian menjadi unik karena tiap bangsa mempunyai latar
belakang budaya yang berbeda, yang tentu saja mempengaruhi dialek, pengucapan
tata bahasa dan tingkah laku yang berbeda pula. Di dalam bisnis yang
nyata-nyata berhubungan dengan uang, dapat dibayangkan betapa kesalahfahaman
sebagai akibat berbahasa ini akan banyak mempengaruhi bahkan merusak bisnis
yang sedang dilakukan. Dengan demikian bahasa standar dan aturan universal dari
komunikasi antar budaya (intercultural communication) yang dimengerti
oleh semua bangsa harus dikuasai pelaku bisnis.
Penjurusan di SMA saat
ini
Penjurusan merupakan salah satu proses
penempatan atau penyaluran dalam pemilihan program pengajaran para siswa di
SMA. Dalam penjurusan ini, siswa diberi kesempatan memilih jurusan yang paling
cocok dengan karakteristik dirinya. Ketepatan dalam memilih jurusan dapat
menentukan keberhasilan belajar siswa. Sebaliknya, kesempatan yang sangat baik
bagi siswa akan hilang karena kekurangtepatan dalam menentukan jurusan. Tujuan penjurusan antara lain adalah : Mengelompokkan siswa sesuai dengan kecakapan, kemampuan,
bakat dan minat yang relative sama. Membantu
mempersiapkan siswa melanjutkan studi dan memilih dunia kerja.Membantu memperkokoh
keberhasilan dan kecocokan atas prestasi yang akan dicapai di waktu mendatang.
Pemilihan jurusan bagi siswa SMA/Ma
sederajat merupakan awal dari pemilihan karir ke depannya. Hal ini dikarenakan
jurusan di SMA/Ma sederajat akan mengantarkan kita pada penjurusan studi lanjut
sebelum akhirnya kita menentukan, memilih pekerjaan atau karir ke depannya. Penjurusan
diperkenalkan sebagai upaya untuk lebih mengarahkan siswa berdasarkan minat dan
kemampuan akademiknya. Siswa-siswa yang mempunyai kemampuan sains dan ilmu
eksakta yang baik, biasanya akan memilih jurusan IPA, dan yang memiliki minat
pada sosial dan ekonomi akan memilih jurusan IPS, lalu yang gemar berbahasa
akan memilih Bahasa.
Pengarahan sejak dini ini dimaksudkan
untuk memudahkan siswa memilih major/bidang ilmu yang akan ditekuninya di
Universitas atau akademi yang tentunya akan mengarah pula kepada karirnya
kelak. Tetapi penjurusan di tingkat SMA tidak selalu menjamin bahwa seorang
siswa akan memilih bidang studi yang sama di Universitas, karena pada
kenyataannya banyak siswa program IPA yang memilih jurusan Ekonomi, Politik,
Hubungan Internasional, atau siswa jurusan IPS yang memilih program Bahasa. Pemilihan
jurusan yang berbeda dengan bidang ilmu yang ditekuni di SMA tersebut adalah
wajar sebab anak seusia SMA memang belum bisa memastikan karirnya.
Di dalam sekolah terdapat sebuah program
pendidikan yang disebut jurusan. Di sekolah SMA terdapat tiga jurusan, yaitu
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan bahasa. Jurusan
IPA mempelajari secara mendalam mata pelajaran yang berhubungan dengan ilmu
eksakta dan alam seperti Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi. Jurusan IPS
mempelajari mata pelajaran yang berkaitan dengan ilmu sosial seperti Sosiologi,
Geografi, Ekonomi Akuntansi, dan Antropologi. Jurusan bahasa menitik beratkan
pada keilmuan bahasa yang berkaitan dengan bidang kesusasteraan seperti dalam
membuat puisi, membuat essai, berpidato, serta kemampuan memahami multi bahasa
seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris, serta bahasa asing lainnya.
Dari data yang ada, bahwa tidak semua
SMA membuka jurusan Bahasa. Pada beberapa sekolah,
jurusan IPA menjadi jurusan yang populer dibandingkan dengan jurusan yang lain,
hal ini menyebabkan jurusan IPA menjadi lebih banyak diminati dibandingkan
dengan jurusan yang lain. Selain jurusan IPA, jurusan IPS juga menjadi jurusan
yang lebih diminati dibandingkan jurusan bahasa. Sirnawati (2006) menyebutkan
bahwa siswa yang masuk ke jurusan bahasa 99% adalah siswa yang pada pilihan
pertama dan keduanya pada pemilihan minat dan bakat siswa memilih jurusan IPA
dan IPS. Jadi siswa yang terjaring ke dalam jurusan bahasa tidak lebih dari
siswa "buangan" yang tidak tertampung pada jurusan favorit IPA atau
IPS.Memang tidak dipungkiri, keberadaan jurusan Bahasa
memang termarjinalkan. Apalagi jika kita melihat ke dalam sekolah yang notabene
sekolah formal akan terlihat persaingannya antar jurusan yang ada. Dari ketiga
jurusan yang ada, hanya jurusan Bahasa lah yang sepi peminat. Begitu pula
dengan pihak pengelola yang hanya setengah hati membuka jurusan ini. Mereka
beralasan hanya memberdayakan guru yang bahasa asing yang ada.
Rendahnya minat Jurusan Bahasa
Jika
dilihat data yang ada, keberadaan jurusan bahasa semakin menurun. Secara
internal ada beberapa penyebab turunnya peminat jurusan bahasa. Pertama, karena
kurang keren, siswa sma yang nota bene adalah kaum muda tentu tidak bisa
terlepas dari trend yang ada. Jika trend yang berlaku di masyarakat bahwa
jurusan bahasa tidaklah sekeren yang jurusan IPA dan IPS tentu akan
mempengaruhi keinginan untuk masuk kesana. Yang kedua, karena pengaruh teman.
Tidak dipungkiri, yang namanya anak muda adalah manusia yang sedang labil.
Apalagi yang ada hanyalah kepercayaan terhadap teman sebaya. Nasihat orang
tuapun bisa dianggap angin lalu jika sudah yang berbicara adalah teman baiknya.
Yang ketiga, faktor sarana. Sarana untuk menyelenggarakan jurusan bahasa
tidaklah sedikit. Hal ini terlihat dengan adanya kewajiban untuk menyediakan
laboratorium khusus bahasa yang dirancang sedemikian rupa untuk mempelajarai
bahasa lebih baik lagi. Dalam kenyataannya saat ini, laboratorium bahasa hanya
sekadar plakat namanya saja. Walaupun ada, tidak semua komputer bisa berjalan
dengan baik. Hal ini juga di amini dari pihak sekolah jika biaya perawatan
laboratorium bahasa juga tidaklah sedikit. Tingginya biaya perawatan
laboratorium bahasa akan mempengaruhi biaya operasional sekolah. Unruk bisa
menekan biaya operasional itu, rata-rata sekolah menghilangkan jurusan bahasa
dengan alasan sepi peminat.
Dari pihak
eksternal, penyebab rendahnya minat ke jurusan bahasa adalah bagaimana ambigu
atau kebingungan yang akan dialami oleh para siswa yang telah mengambil jurusan
bahasa. Kebingungan ini beralasan pada rendahnya serapan kerja yang berjurusan
bahasa. Didunia kerja (pabrik) yang diinginkan oleh pihak perusahaan hanyalah
jurusan IPA dan sedikit yang jurusan IPS. Apalagi kalau dulu untuk bisa
melanjutkan sekolah kedinasan harus diwajibkan hanya lulusan IPA saja yang
boleh mengikuti seleksi. Di bagaian lain, untuk bisa mendaftar polisi maupun
tentara juga dengan jelas tidak menyisihkan ruang untuk para siswa lulusan
jurusan bahasa. Dan jikapun mereka mau kuliah di jurusan bahasa lagi tentunya
hanya universitas tertentu yang menyediakan jurusan bahasa. Dan untuk output
yang terserap dalam daftar lowongan kerja yang berbasisis keahlian bahasa akan
terlihat sedikit juga. Bahkan ada yang berpemikiran miring, bahwa kita bisa
berbahasa asing dengan ikut kursus atau sering sering komunikasi dengan bahasa
asing. Hal inilah yang pasti akan memperlemah bagaimana jurusan bahasa tikan
akan menarik minat siswa untuk memilihnya.
Sejatinya jika
kita berdasarkan pada ilmu pengetahuan yang ada, tidak ada yang mengklaim bahwa
jurusannya yang paling baik ataupun yang paling buruk. Pemikiran ini tergantung
dari kedewasaan berpikir kita untuk bisa menilai setiap jurusan itu sendiri.
Anatara jurusan IPA, IPS, dan Bhasa memiliki karakteristik masing masing yang
tidak bisa dipisahkan. Ketiganya merupkana satu kesatuan yang pas untuk saling
melengkapi. Pendewasaan berpikir inilah yang sejatinya perlu kita tumbuhkan
mulai dari kecil. Sekolah sebagai layanan pendidikan formal harus bisa dan
mampu untuk menyampaikan ini terhadap para siswa dan para orang tua siswa.
Karena banyak juga kejadian para siswa memilih suatu jurusan karena pilihan
orang tua. Ini merupakan pemicu awal dari kurang lancarnya proses pendidikan
yang ditempuh anak di masa depan.
Penghapusan
Jurusan
Kurikulum 2013 masih memicu kontroversi
sekalipun telah ditutup uji publiknya. Memang, gagasan terbaru Kemendiknas ini
menjanjikan perubahan radikal pada sistem pendidikan nasional. Mulai tingkat SD
hingga perguruan tinggi, semuanya terimbas oleh kebijakan yang rencananya akan
digulirkan pada tahun ajaran depan ini. Namun, segala kritikan dan celaan
terhadap perombakan yang entah keberapa kalinya ini seperti dianggap hanya
angin lalu. Kemendiknas tetap bersikukuh untuk menerapkan rancangan kurikulum
barunya.
Di samping kritikan-kritikan yang ada, ada satu
perombakan di kurikulum ini yang patut diberikan pujian, yaitu dihapuskannya
penjurusan di jenjang SMA. Dalam pernyataan yang pernah dimuat dalam situs uji
publik Kurikulum 2013, Kemendiknas beralasan bahwa sudah hampir tidak ada lagi
negara yang menerapkan sistem penjurusan. Selain itu, adanya penjurusan sudah
tidak lagi relevan, terutama di tingkat perguruan tinggi.
Tujuan utama diadakannya penjurusan adalah
sebagai modal untuk pendidikan lebih lanjut, yaitu perguruan tinggi. Akan
tetapi, tren penerimaan mahasiswa baru menunjukkan sudah tidak dihiraukannya
lagi sistem penjurusan. Seleksi-seleksi mahasiswa baru, yaitu SNMPTN dan
seleksi mandiri universitas kebanyakan sudah tidak membatasi kursi program-program
studinya untuk lulusan SMA dari jurusan tertentu. Saat ini sudah tidak jarang
ditemui siswa jurusan Ilmu Alam (IA) yang mendaftar dan diterima pada program
studi dalam rumpun Ilmu Sosial (IS) atau bahasa (sebenarnya lebih tepat disebut
ilmu budaya), begitu juga sebaliknya. Jurusan sudah tidak lagi memiliki
relevansi dan makna di luar sekolah.
Tidak hanya itu, adanya jurusan juga
menciptakan jurang pemisah di antara rumpun-rumpun ilmu pengetahuan. Sudah
menjadi anggapan umum bahwa jurusan IA adalah jurusan unggulan sememntara IS
dan terlebih lagi bahasa adalah jurusan buangan. Pola pikir semacam ini tidak
saja konyol namun juga berbahaya. Secara tidak langsung, orang akan berpikiran
bahwa bekerja di pekerjaan-pekerjaan yang berhubungan dengan Ilmu Alam lebih
bergengsi ketimbang bekerja di pekerjaan-pekerjaan dalam Ilmu Sosial dan
bahasa/ilmu budaya. Bekerja sebagai insinyur atau dokter, misalnya, dianggap
lebih bergengsi ketimbang menjadi sosiolog atau penerjemah. Ini dapat
mengakibatkan ketimpangan jumlah angkatan kerja di masa depan kelak. Bisa saja
nanti akan ada banyak dokter tanpa pasien sementara penerjemah yang dewasa ini
dibutuhkan oleh pebisnis akan sulit dicari.
Selain masalah profesi, paradigma yang
terbentuk karena adanya penjurusan berpotensi menghambat kemajuan ilmu
pengetahuan di negeri ini. Sama dengan pola pikir masyarakat, di lingkungan
akademik sendiri juga muncul anggapan bahwa jurusan-jurusan IA lebih patut
diberi prioritas daripada jurusan-jurusan IS dan bahasa/ilmu budaya. Rumpun
ilmu selain Ilmu Alam dianggap sebagai ilmu pengetahuan kelas dua. Mirisnya,
kaum akademikus yang mestinya jadi panutan dalam hal ilmu dan pengetahuan juga
banyak yang mengamini anggapan kolot semacam ini. Untuk membangun negeri yang
sudah tertinggal jauh ini, satu macam ilmu saja tidak cukup! Praktik
mengotak-ngotakkan dan menganakemas-tirikan rumpun ilmu ini harus dihentikan
kalau bangsa ini ingin maju.
Jujun S. Suriasumantri, seorang guru besar
Institut Pertanian Bogor pernah menulis bahwa membuat penjurusan adalah seperti
halnya membangun Tembok Berlin. Oleh karena itu, patutlah kita menyambut
langkah Kemendiknas ini dengan semangat bersatunya kembali Jerman Barat dan
Jerman Timur (dalam hal ini, rumpun-rumpun ilmu yang selama ini terpisah). Kita
berharap runtuhnya “Tembok Berlin” penjurusan ini akan membawa masa depan yang
lebih baik bagi dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan di negeri kita. Dengan begitu,
cita-cita negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa akan tercapai.
Permasalahan SMK Saat ini
Kenyataan di lapangan kerja
menunjukkan bahwa daya serap lulusan SMK masih rendah. Hal ini ditunjukkan
dengan data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik yang menyatakan bahwa
Jumlah tenaga kerja Indonesia per Agustus 2014 mencapai 182,99 juta orang. Dari
jumlah itu, 7,24 juta orang di antaranya berstatus pengangguran terbuka.
Tingkat pengangguran terbuka paling banyak adalah lulusan sekolah menengah
kejuruan (SMK), diploma, dan universitas. Jumlah pengangguran lulusan SMK
adalah 11,24 persen dari total jumlah pengangguran. Pengangguran lulusan SMK
ini naik tipis dibandingkan Agustus 2013 yang mencapai 11,21 persen. Jumlah
lulusan SMK yang menganggur ini persentasenya lebih besar dibanding persentase
lulusan SMA biasa yang mencapai 9,55 persen. Berturut-turut kemudian lulusan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 7,15%, dan lulusan Diploma sebesar
6,14%.
Kepala BPS Suryamin (dalam
tempo.com, Rabu (5/11/2014)) menengarai, belum adanya link and match antara
pendidikan kejuruan dengan industri menyebabkan lulusan SMK yang paling banyak
menganggur. Lulusan SMK seharusnya langsung dapat kerja karena memiliki
keahlian sesai dengan kompetensi keahlian. Salah satu penyebab daya serap
rendah ini adalah belum ada link and match antara kompetensi lulusan SMK dengan
kualifikasi keahlian yng dibutuhkan unia industri. Link and match adalah
kebijakan sejak zaman Orde Baru, yang dibuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
saat itu Wardiman Djojonegoro. Salah satu upaya yang dilakukan SMK dalam
kebijakan ini adalah penerapan Pendidikan Sistem Ganda (PSG). PSG dalam
Kurikulun Pendidikan Berbasis Kompetensi siswa dapat beriteraksi baik di dalam
maupun diluar, yaitu di dalam berarti di sekolah melalui praktek di bengkel dan
di luar artinya belajar di perusahan atau dunia industri melalui magang atau
praktek kerja industri (prakerin). Siswa diharapkan mengetahui lingkungan kerja
berdasarkan bidang yang dia kuasai, selain itu juga akan mengerti tata cara
kerja yang baik dan mengerti akan pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.
Kondisi nyata di lapangan
menunjukkan bahwa terjadi ketidaksesuaian antara perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di sekolah dengan dunia industri. Sudah menjadi rahasia umum
bahwa sebagian besar SMK memiliki peralatan praktik yang jauh tertinggal
dibandingkan dengan peralatan dan teknologi yang diterapkan dunia industri
sehingga ilmu yang dipelajari oleh siswa SMK hari ini tidak sinkron dengan
tuntutan dunia industri. Praktik kerja indstri (prakerin) yang dilaksanakan
dalam tiga sampai dengan enam bulan di dunia industri kadang menjadi sia-sia
ketika siswa magang pada perusahaan atau industri kecil sebagai akibat dari
keterbatasan kuota dari perusahaan besar dalam menerima siswa magang. Hal ini
terjadi karena jumlah siswa yang belajar di SMK dengan jumlah industri yang
bersedia menerima siswa melaksankan praktik kerja industri tidak seimbang
dimana jumlah siswa jauh lebih banyak dibandingkan dengan kuota yang disediakan
industri untuk siswa magang.
Guru produktif sebagai instruktur
yang mengajar mata pelajaran kejuruan juga mempunyai peran dalam kesenjangan
lulusan SMK dengan tuntutan dan kebutuhan dunia industri. Hal ini terjadi
dikarenakan sebagian besar guru produktif mandek (stagnan) dalam keilmuan
mutakhir sebagaimana yang diterapkan oleh dunia industri. Guru produktif yang
merupakan produk LPTK seringkali memiliki keterbatasan pengetahuan akan
teknologi mutakhir, banyak guru produktif yang tidak mampu mengimbangi kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi disebabkan banyak keterbatasan dari guru
sendiri. Dengan demikian faktor guru produktif dan profesionalisme juga
merupakan variabel yang perlu diperhatikan ketika membahas link and match lulusan
SMK dengan dunia kerja.
SMK Bahasa
Membangun sekolah unggul sebagaimana
slogan SMK Bisa ! dan unggul dalam segala hal termasuk menghasilkan lulusan
yang kompeten yang kompetetif dalam persaingan global dan dunia kerja bahkan
mencetak wirausahawa muda adalah sebuah kalimat yang mudah diucapkan tetapi
sulit untuk dicapai. Sesuai dengan pengertian dasarnya, sekolah unggul
(effective school) berarti sekolah yang memiliki kelebihan, kebaikan, keutamaan
jika dibandingkan dengan yang lain, maka dalam konteks ini sekolah unggul
mengandung makna sekolah model yang dapat dirujuk sebagai contoh bagi
kebanyakan sekolah lain karena kelebihan, kebaikan dan keutamaan serta kualtas
yang dimilikinya baik secara akademik maupun non akademik.
Departemen Pendidikan Nasional telah
menetapkan sejumlah kriteria yang harus dimiliki sekolah unggul. Kesembilan
kriteria tersebut menjadi rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh SMK untuk
menjadi sekolah yang unggul, yaitu: Masukan (input), yaitu siswa diseleksi
secara ketat dengan menggunakan kriteria tertentu dan prosedur yang dapat
dipertanggungjawabkan. Kriteria yang dimaksud adalah :
1)
prestasi
belajar superior dengan indikator angka rapor dan nilai UN, serta hasil tes
prestasi akademikskor psikotes yang meliputi intelgensi dan kreativitas tes
fisik, jika diperlukan.
2)
Sarana dan
prasarana yang menunjang unutk memenuhi kebutuhan belajar siswa serta
menyalurkan minat dan bakatnya, baik dalam kegiatan kurikuler maupun ekstra
kurikuler.
3)
Lingkungan
belajar yang kondusif untuk berkembangnya potensi keunggulan menjadi keunggulan
yang nyata baik lingkung fisik maupun social-psikologis.
4)
Guru dan
tenaga kependidikan yang menangani harus unggul baik dari segi penguasaan
materi pelajaran, metode mengajar, maupun komitmen dalam melaksanakan tugas.
5)
Kurikulum
dipercaya dengan pengembangan dan improvisasi secara maksimal sesuai dengan
tuntutan belajar peserta didik yang memiliki kecepatan belajar yang lebih
tinggi.
6)
Kurun waktu
belajar lebih lama dibandingkan sekolah lain. Karena itu perlu ada asrama untuk
memaksimalkan pembinaan dan menampung para siswa dari berbagai lokasi. Alokasi
waktu untuk pengembangan soft skill dalam kerangka kecakapan hidup sangat
ditekankan termasuk di dalamnya kompetensi kerja produktif dan praktik
kewirausahaan
7)
Proses belajar
mengajar harus berkulitas dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan
(accountable) baik kepada siswa, lembaga maupun masyarakat.
8)
Sekolah
unggul tidak hanya memberikan manfaat kepada peserta didik di sekolah tersebut,
tetapi harus memiliki resonansi sosial kepada lingkungan sekitarnya. Dalam
kaitannya dengan produk yang dihasilkan diharapkan berbasis pada kebutuhan dan
permintaan pasar/masarakat sekitar sehingga produk yang dihasilkan akan
diterima dan dapat berkembang semakin baik yang berimplikasi pada pengembangan
diri siswa.
9)
Nilai lebih
sekolah unggul terletak pada perlakuan tambahan di luar kurikulum nasional
melalui pengembangan kurikulum, program pengayaan dan perluasan, pengajaran
remedial, pelayanan bimbingan dan konseling yang berkualitas, pembinaan
kreatifitas dan disiplin.
Di samping kesembilan kriteria sekolah unggul dari
Departemen Pendidikan Nasional yang menjadi acuan maka SMK Bisa yang
benar-benar unggul juga harus mempunyai nilai lebih yang ditunjukkan dalam
integrasi kecerdasan inteletual, emosional, dan spiriual, serta bagaimana
membangun paradigma pembelajaran unggul, pembelajaran berbasis kewirausahaan
sebagai dasar mencetak wirausahawan, menjajadkan UPJ sebagai perusahaan
sekolah, dan membangun secara kuat jaringan mitra industi yang handal.
Dari
berbagai analisis permasalahan dan keunggulan SMK, penulis memiliki ide untuk
membangun sebuah sekolah menengah kejuruan bahasa. Alasan yang sangat mendesak
adalah diperlukannya sumber daya manusia yang siap bekerja dibidang sektor
jasa. Selama ini lulusan SMK hanya fokus di bidang produksi barang, belum
mengarah ke arah produksi jasa. Produksi jasa di tahun mendatang akan semakin
meningkat dan sangat dibuthkan. Untuk bisa mengkomunikasikan produk yang telah
diproduksi perlu adanya jasa keahlihan bahasa.
SMK
bahasa yang akan ditawarkan akan meiliki berbagai macam fasilitas yang memadai
dan modern. Mulai dari sarana prasarana sampai penyediaan tenaga kependidikan
dan pengajaran yang mumpuni. Lulusan yang akan dicapai dari lulusan bahasa adalah
para siswa yang mampu siap bersaing dikancah internasional dengan memiliki
keahlian ketrampilan berbahasa asing minimal 2 bahasa. Para siswa dapat bisa
secara bebas memilih ketrampilan berbahasa selain bahasa ingris. Dengan
demikian sumber daya manusia Indonesia siap bersaing di dunia internasional
baik AFTA, MEA, maupun perdagangan internasional lainnya.
Kelebihan dibentuknya
SMK Bahasa ini sebenarnya ada banyak. Pertama, persaingan sedikit tapi
kompetitif. Ini mengajarkan para siswa untuk belajar sportif dalam berkompetisi
dan maksimal dalam berusaha. Karena isi kelasnya yang kecil, kemampuan siswa
dalam belajar jadi terasah benar dan perhatian gurupun juga tercurah seratus
persen. Yang Kedua kita bisa membantu otak kanan kita berkembang. Seperti yang
sudah ditulis dalam jurnal-jurnal bahwa kemampuan otak kanan akan bisa
berkembang melalui pembelajaran bahasa. Selain itu kita bisa bereksplorasi
untuk membuat kreatifitas di banyak hal. Ketiga, mapel yang diberikan
sebenarnya sangat dibutuhkan di dunia luar. Sebagai contoh kemampuan berbahasa
kita akan lebih baik dibandingkan siswa yang lain karena kita dibekali bahasa asing lain selain bahasa
Inggris. Bekal ini cocok untuk siswa yang akan melamar di perhotelan atau
pariwisata yang pastinya lebih diperhitungkan. Kedepan kedua bidang usaha itu akan
mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Indonesia yang kaya akan sumber daya
alam yang belum tergarap secara maksimal merupakan potensi besar untuk bisa
mengambil keuntungan dari pesatnya perputaran ekonomi dunia.
Kesimpulan
Penghapusan SMA jurusan Bahasa
sangat beralasan, penghapusan yang dilakukan langsung diberikan solusinya.
Dengan mendirikan SMK Bahasa. SMK Bahasa
sudah bisa menjawab tantangan globalisasi dan AFTA serta menjawab cap negatif
masyarakat sebagai Sekolah penghasil siswa yang berkemampuan ahli ketrampilan
berbahasa asing. Hal ini sebagai bukti bahwa SMK Bahasa akan menghasilkan
lulusan paripurna yang berkualitas dan kompetiif dalam dunia kerja dapat
terserap secara signifikan sehingga tidak ada lagi berita lulusan SMK menjadi
pengangguran. SMK Bahasa bukan hanya menghasilkan lulusan yang kompeten dan
siap kerja tetapi juga wirausahawan yang mampu menciptakan lapangan kerja bagi
dirinya dan bagi orang lain sehingga harapan melalui SMK dapat meningkatkan
kesejahteraan dan kemakmuran.
Konsep sekolah SMK Bahasa bukanlah
hal yang sulit direalisasikan jika segenap komponen penyelenggara pendidikan
SMK dan stakeholder bekerja secara serius memberikan layanan pembelajaran yang
berkualitas dan mendapat dukungan dari masyarakat dan dunia usaha/industri,
sehingga ke depan jurusan bahasa bukan lagi sekolah pilihan kedua tetapi
sekolah utama dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, kompeten
dan kompetitif serta mampu mengatasi tantangan jaman yang selalu berubah.
Pengembangan kelembagaan SMK Bahasa
di arahkan melalui jalan: (1) memasukkan pendidikan kejuruan ke dalam
perencanaan pembangunan ekonomi, sosial, dan pengembangan industri; (2)
meningkatkan investasi dalam pendidikan kejuruan; (3) mendukung mekanisme
multichannel investasi SMK; (4) memfasilitasi pelatihan dan kualitas guru; (5)
meningkatkan standar kualifikasi berbasis KKNI; (6) membangun sistem penjaminan
mutu lulusan SMK; dan (7) menggandeng industri yang dapat terlibat dalam
evaluasi kualitas pendidikan kejuruan. Semoga lulusan SMK Bahasa dapat menjadi
siswa yang berkeahlian berbahasa asing yang mampu memasarkan baik barang maupun
jasa pariwisata di Indonesia.
Daftar Pustaka
Andayani,
Endah. "ANALISIS PRAKTIK KERJA INDUSTRI
TERHADAP PENGUASAAN SKILL SISWA DALAM MENGHADAPI DUNIA KERJA DI SMK NU
BULULAWANG MALANG." Jurnal Inspirasi Pendidikan 6.1 (2016). Tang,
Departemen
Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang Nomor: 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional,Depdiknas, Jakarta.
Departemen
Pendidikan Nasional. 2005. Peraturan Pemerintah Nomor:19 Tahun 2005 Tentang
Standar Nasional Pendidikan,Depdiknas, Jakarta
Hidayati, Arina.
2015. Relevansi Kompetensi Lulusan
Sekolah Menengah Kejuruan dengan
Kebutuhan Dunia Usaha
dan Dunia Industri. Surakarta:Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Kusnadi. 2010. Perbedaan
Perencanaan Karir Siswa
SMK dan SMU. Surakarta:Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Muhammad,
and Sutrisno Sutrisno. "IMPLEMENTASI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BERTARAF
INTERNASIONAL." Teknologi dan Kejuruan 34.1 (2012).
Masriam, Bukit.
2014. Strategi dan Inovasi
Pendidikan Kejuruan dari Kompetensi ke Kompetensi. Bandung :
Alfabeta
Sutrisno, Budi.
2013. Perencanaan Karir Siswa
SMK (Berbasis Pengembangan Soft Skill).
Surakarta:FKIP Akuntansi Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Suhardan, Dadang,
dkk.2012. Ekonomi Dan Pembiayaan
Pendidikan. Bandung:Alfabeta
Komentar
Posting Komentar