KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3

 



A.     Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Bapak pendidikan kita Ki Hajar dewantara sudah memikirkan prinsip pendidikannya yaitu proses menuntun yang dilakukan guru terhadap muridnya. Menuntun memiliki makna yang sanagt dalam filosofisnya, makna menuntun merupakan proses membawa murid dengan segala kemampuannya untuk menyelesaikan permasalahannya. Menuntun bukan berarti membantu permasalahannya secara penuh, melainkan guru hanya sebagai anak tangga untuk ditapaki muridnya menuju solusi yang ada pada diri murid sendiri. Salah satu metode yang ngehits di kalangan akademisi luar negeri adalah Choaching.

Coaching merupakan proses kolaborasi yang fokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan pertumbuhan pribadi dari sang coachee. Coaching merupakan salah satu metode yang efektif untuk diterapkan dalam bidang pendidikan yang prosesnya berpusat pada siswa. Dengan metode ini, pendidik dapat mendorong peserta didik untuk menerapkan kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kreatif, Dalam coaching ada proses menuntun yang dilakukan guru sebagai coach kepada murid sebagai coachee untuk menenemukan kekuatan kodrat dan potensinya untuk bisa hidup sesuai tuntutan alam dan zaman. 

Choaching berbeda dengan mentoring, dimana mentoring adalah proses seorang teman, guru, pelindung, atau pembimbing yang bijak dan penolong menggunakan pengalamannya untuk membantu seseorang dalam mengatasi kesulitan dan mencegah bahaya (Stone,2002) Konseling adalah hubungan bantuanantara konselor dan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (Gibson dan Mitchell 2003).

 

B. Peran Guru dalam Coaching

Guru yang berperan dalam proses Choaching akan memiliki beberapa ketrampilan yang harus senantiasa diasahnya. Ketrampilan ini bisa sangat berguna bagi diri guru, terhadap teman sejawatnya,  maupun bagi para muridnya. Ketrampilan yang pertama adalah ketrampilan membangun proses dasar coaching, ketrampilan ini berisi bagaiaman sang guru memiliki pengetahuan tentang dasar choacing secara teknisnya. Ketrampilan yang kedua adalah ketrampilan membangun hubungan baik, ketrampilan ini merupakan ketrampilan yang penting untuk membangu kepercayaan yang murid ingin sampaiakan. Tidak semua guru memiiliki ketrampilan ini, namun dengan semangat membangun pendidikan yang baik ketrampilan ini bisa kita dapatkan. Ketrampilan yang ketiga adalah ketrampilan berkomunikasi, komunikasi sejatinya adalah proses transfer pesan yang dapat dipahami dengan baik oleh sang guru. Sehingga masalah yang dihadapi murid dapat dimengerti dan dapat dituntun dengan baik untuk diberikan alternative alternative solusinya yang bersumber pada diri murid itu sendiri. Ketrapilan yang keempat adalah ketrampilanmenfasilitasi pembelajaran, ketrampilan ini senantiasa menjadikan masalah sebagai seseatu yang dapat dijadikan pembelajaran bagai kita semua. Kita tentunya masih ingat bahwa setiap murid adalah sesuatu yang unik. Jika kita mau telaten dan bersabar tentunya kita bisa menemukan keunikan-keunikan disetiap siswa dan ini akan berpengaruh pada solusi yang nantinya bisa diambil.

Guru saat ini dituntut sebagai choach dan bukan mentor maupun konselor. Peran guru harus mampu menjadi jembatan bagi para muridnya untuk bisa menemukan solusi yang sesuai dengan keadaannya. Peran Guru sebagai coach hendaknya tidak mengajarkan atau menginstruksikan sesuatu, tidak juga memberikan saran atau solusi secara langsung. Guru membantu peserta untuk belajar dan bertumbuh. Bagaimana caranya? Yaitu dengan mengajukan pertanyaan. Tentu saja bukan sembarang pertanyaan. Namun pertanyaan-pertanyaan yang dapat memicu kesadaran diri dan memprovokasi tindakan kreatif, menciptakan suasana nyaman dan rasa percaya untuk memberikan kebebasan dan kemerdekaan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk menjadi murid kuat secara kodrati. Dengan menggali potensi yang ada di dalam diri murid melalui pertanyaan – pertanyaan terbuka, pertanyaan eploratif, dan adanya empati yang kuat dari sang guru akan menjadikan para murid tumbuk keercayaan dirinya, dapat tumbuh rasa tanggung jawab denga  apaya yang sudah mereka putuskan. Dengan demikian diharapkan guru dapat menuntun peserta didik untuk menemukan solusi di setiap permasalahan dan meraih prestasi terbaik dengan kekuatan yang dimilikinya.

C. Konektivitas Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Sosial Emosional.

Sistem Among yang dianut Ki Hajar Dewantara menjadikan guru dalam perannya bukan satu-satunya sumber pengetahuan melainkan sebagai mitra peserta didik untuk melejitkan kodrat yang mereka miliki. Ada banyak cara untuk melakukakannya, salah satunya adalah mengintegrasikan pembelajaran berdifrensiasi kedalam pembelajaran, dimana pembelajaran harus disesuaikan dengan minat, profil dan kesiapan belajar,. Pembelajaran yang sudah berdasarkan minat, dan kebutuhan dapat mengakomodir kebutuhan individu peserta didik. Ki Hajar dewantara mengibaratkan bahwa guru adalah petani, dan peserta didik adalah tanaman dan setiap individu peserta didik adalah tanaman yang berbeda. Petani harus memiliki pengetahuan yang baik dan banyak akan tanaman dan  jika tanaman padi membutuhkan banyak air, tentu akan berbeda perlakuan terhadap tanaman jagung yang justeru membutuhkan tempat yang kering untuk tumbuh dengan baik”. Dengan demikian tumbuh kembang anak yang disesuaikan dengan minat dan kebutuhan akan memiliki kecepatan tumbuh yang lebih baik.

Selain itu pendekatan Sosial dan Emosional dalam praktek coaching juga sangat diperlukan, Melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang diberikan guru, peserta didik akan menemukan kedewasaan dalam proses berfikir melalui kesadaran dan pengelolaan diri, sadar akan kekuatan dan kelemahan yang dimilkinya, mengambil prespektif dari berbagai sudut pandang sehingga sesuatu yang menjadi keputusannya telah didasarkan pada pertimbangan etika, norma sosial dan keselamatan.

Komentar