RSBI Good
Bye !!
Tanggal 8 Januari 2013 mahkamah
konstitusi kembali mengetok palu keputusan yang sangat penting. Hasil keputusan
yang banyak diperbincangkan saat ini adalah bagaimana keputusan pembubaran RSBI
/ SBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional / Sekolah Bertaraf
Internasional). Keputusan ini tentunya membawa pro dan kontra dalam masyarakat.
Bagi masyarakat yang pro, keputusan ini menjadikan kerugian yang tidaklah
sedikit karena kita tahu bahwa untuk menjadikan sekolah menjadi sekolah
bertaraf internasional harus merubah secara total, baik sarana maupun pola
pengajarnya. Bagi masyarakat yang konta terhadap RSBI, tentunya menjadikan
angin segar bagi anak-anak yang kurang mampu untuk bisa bersaing dengan
anak-anak dari kalangan atas.
Titik tolak yang menjadikan dasar
mahkamah konstitusi adalah keberadaan Pasal
50 ayat (3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) bertujuan agar pemerintah membuat sekolah rintisan yang nantinya
akan menjadi sekolah internasional. Konteks ini dapat dimaknai bahwa
pemerintah malah menganjurkan untuk semua sekolah yang mampu untuk membuat
sekolah rintisan internasional. Jika kita melihat kenyataan yang terjadi
dilapangan sekolah rintisan bertaraf internasional tidak dapat mengkomodir semua
lapisan di masyarakat. Hal inilah yang mendorong timbulnya kesenjangan social.
Munculnya sekolah bertaraf
internasional membawa dampak yang sangat luar biasa. Sekolah ini hanya akan di
dominasi oleh anak-anak kalangan atas saja, bagaimana dengan tujuan pendidikan
nasional kita yang tetuang dalam amanat undang-undang dasar 1945 yang berbunyi
mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kesejahteraan umum dan ikut serta melaksanakan perdamaian abadi yang adil dan makmur. Dari
amanat ini jelas bahwa pendidikan adalah hak bagai semua anak bangsa tanpa
pengecualian. Dalam perjalanan sekolah
ini akan sangat jarang dijumpai ada anak yang kurang mampu dapat bersekolah di
sekolah bertaraf internasional. Proses seleksi anak-anak yang ingin masuk di
sekolah ini tentunya harus melewati seleksi akademik dan ekonomi keluarga yang
sangat ketat. Sehingga siswa yang dapat diterima di sekolah ini memang sudah
terpilih, hal ini tentunya akan sangat menguntungkan bagi sekolah secara
financial maupun lulusan yang dapat dibanggakan.
Sebenarnya tujuan dibentuknya
sekolah rintisan bertaraf internasional memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu
keinginan untuk mensejajarkan pendidikan bangsa Indonesia dengan bangsa yang
lain. Dari situ mengharuskan bahasa pengantarnya harus bahasa inggris. Dengan
bahasa inggris diharapkan siswanya kelak dapat berkompetisi dengan lulusan luar
negeri. Karena nafsu yang sangat besar makanya anak semakin dipaksa untuk
menggunakan bahasa inggris di lingkungan sekolah, hal ini dapat dibuktikan di setiap
sudut sekolah adanya inggris area yang mengharuskan berbahasa inggris dalam
aktivitasnya. Tapi pertanyaan besar akan muncul bagaimana sekolah yang berada
di pedalaman, yang terbiasa berbahasa daerahnya masing-masing sehingga untuk
berbahasa Indonesia dengan baik dan benar saja susah bagaimana dengan bahasa
inggrisnya??
Disisi lain RSBI menjadikan
pebelajaran lebih menyenangkan, bagaimana tidak anak-anak sekolah akan lebih
banyak melakukan aktivitas out door yang tentunya akan membawa konsekuensi
terhadap financial setiap anak didik. Jika anak tersebut dari kalangan atas
tentunya tidaklah masalah, tapi bagaimana dengan anak didik yang kurang mampu.
Dari kalangan pengajar sendiri pun RSBI mengandung permasalah tersendiri,
pengajar yang berasal dari luar negeri akan diberikan gaji dengan standar
dolar, tetapi pengajar dari dalam negeri yang senantiasa mengabdi hanya di
berikan gaji standar rupiah saja. Inilah yang menjadikan kesenjangan bagi
kalangan pendidiknya.
Sebenarnya banyak sekolah negeri
dan swasta yang berlomba meningkatkan status sekolahnya menjadi RSBI bahkan
SBI, hal ini tentunya akan terkait dengan alokasi anggaran yang akan dikucurkan
oleh pemerintah pusat melaui kementrian pendidikan dan kebudayaan. Alokasi
anggaran yang dierima oleh setiap sekolah bertaraf internasional akan berbeda
dengan sekolah negeri yang hanya berstandar nasional/ berstatus negeri. Alokasi
anggaran yang diberikan pemerintah terhadap sekolah yang berlabel RSBI sebesar
500 juta pertahun. Hal ini tentunya akan
menimbulkan kecemburuan dan kesenjangan terhadap sekolah – sekolah yang ada.
Sekolah bertaraf internasional sering kali diberlakukan ekslusif bagi
pemerintahan daerah maupun pusat, padahal seharusnya perhatian yang diberikan
terhadap sekolah-sekolah yang ada haruslah sama besar.
Dikalangan masyarakat kita sendiri seolah sudah terbius
dengan kata internasional yang melekat dalam sekolah betaraf internasional.
Padahal kalau kita cermati Sekolah yang RSBI/SBI seolah merendahkan mutu
pendidikan dalam negeri sendiri. Mereka menganggap pembelajaran yang dapat
menggunakan bahasa inggris adalah pembelajaran
yang berbobot. Padahal esesensi dari pendidikan adalah pengetahuan,
artinya jika kita hanya terbuai dengan bahasa inggrisnya tanpa mengetahui makna
pengetahuan itu sendiri tentunya tidaklah berarti. Akan lebih bermakna jika
kita tetap mempergunakan bahasa Indonesia namun para siswa dapat menyerap makna
yang terkandung dalam pembelajaran tersebut. Bahkan mantan wakil presiden yusuf
kalla sudah lama berkomentar terkait penggunakan bahasa inggris sebagai bahasa
pengantar RSBI / SBI : “Indonesia perlu
membuat sekolah bertaraf internasional sebagai bench marking. Namun
Bahasa Inggris tak bisa dipakai untuk seluruh mata pelajaran. Mutunya yang
harus bertaraf internasional, bukan semua mata pelajaran diinternasionalkan.”
Keputusan
mahkamah konstitusi mengingatkan kita agar kembali kepada apa yang kita miliki.
Selama ini kita sudah terbius dengan model-model pendidikan luar negeri.
Berbagai kebijakan pemerintah pun juga lebih melayani kepentingan-kepentingan
asing. Kualita pendidikan merupakan salah satu factor penentu keberhasilan
suatu Negara. Semakin baik system pendidikan yang dimiliki tentunya akan
berpengaruh terhadap kualitas pendidikan. Kualitas pendidikan akan
mensejajarkan kualitas dan derajat bangsa Indonesia dengan bangsa lain di
kancah internasional. Pendidikan yang berkualitas tentunya harus bermodalkan
dan berpotensi dari dalam negeri sendiri tanpa terpengaruh pihak asing tetapi
dapat berpengaruh secara internasional. Semoga tanpa RSBI/ SBI pendidikan
nasional kita tetap mampu bersaing dan dapat berkompetisi di kancah
internasional.
Penulis
: Hartomo
Guru
sosiologi SMA 1 Negeri WOHA
Komentar
Posting Komentar