Layakkah para perempuan menjadi pemimpin? Pertanyaan
itu mungkin sudah sering menjadi topik pembicaraan para pemberdaya peranan wanita.
Isu kesetaraan gender tentunya akan selalu mengkampanyekan penekankan kesetaran
gender antara laki-laki dan perempuan di segala bidang. Seringkali istilah di
dalam masyarakat kita memiliki kesamaan pemahaman antara sex dan gerder.
Padahal kedua kata tersebut memiliki perbedaan makna. Sex dalam bahasa inggris
berarti jenis kelamin, sedangkan gender merupakan seperangkat
peran, perilaku, kegiatan, dan atribut yang dianggap layak bagi laki-laki dan
perempuan, yang dikonstruksi secara social dalam suatu masyarakat. Seorang
laki-laki di gambarkan dengan seorang yang tegas, keras, suka tantangan, sering
main mobil-mobilan, sering berantem
sedangkan perempuan sering digambarkan seorang yang lembut, lemah, penuh
kasih saying, suka main boneka, dan suka perdamaian. Gender tergantung dengan
budaya dan sosial setiap daerah karena memiliki cara tersendiri untuk mengartikan
gender.
Setiap kali terjadi pemilihan pemimpin di
negara ini, mulai dari ketua RT sampai dengan Presiden sering muncul isu
gender. Hal ini tentunya menjadi penghalang para perempuan untuk bisa
melenggang ke dunia politik. Banyak sekali stereotip yang akan dikeluarkan oleh
orang-orang yang menjadi lawan politiknya. Fenomena saat ini yang kerap terjadi adalah munculnya kandidat
pemimpin perempuan yang didukung oleh
sebagian masyarakat. Hal ini tidak lain karena masyarakat sudah mulai bosan dengan
gaya kepemimpinan laki-laki yang hanya mendominasi arogansi dan egoisnya saja.
Kita pun tentunya harus sadar suara perempuan adalah suara yang lebih dominan
dibandingkan suara laki-laki. Hal ini tentunya membawa angin tersendiri akan
peluang terpilihnya perempuan sebagai pemimpin.
Di tengah masyarakat yang mengalami kemajuan
demokrasi yang maju, masih sering muncul pernyataan terbuka atau kasak-kusuk
yang mengatakan bahwa seharusnya pemimpin itu harus seorang pria. Kalau hal ini
terus berlangsung berarti terjadi kemunduran dalam perkembangan politik modern
di negara ini. Di alam demokrasi modern
keterwakilan perempuan mutlak dilakukan karena sebagai pelaksanaan kesetaraan
gender di segala bidang termasuk bidang politik. Sebagai negara yang memiliki
hari peringatan khusus terhadap peranan wanita, tanggal 21 April, seyogyanya
masyarakat dan negara ini tidak perlu mempertentangkan perbedaan gender
tersebut. Kalau memang seorang wanita memiliki kemampuan dan kelayakan menjadi
pemimpin seharusnya tidak dihalangi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dalam pemilihan seorang pemimpin, wanita harus diperlakukan sama dengan pria.
Masyarakat mestinya ingat kembali tentang
tokoh-tokoh atau para wanita pemimpin yang hebat di negara ini maupun di
tingkat dunia. Pada tingkat dunia kita mencatat banyak wanita pemimpin yang
hebat, Indira Gandhi, Benazir Bhutto, Golda Meir, Margaret Thatcher, Aung San
Suu Kyi dan tentu masih banyak lagi. Sejarah negara ini sudah mencatat
kehebatan RA Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, Megawati Soekarno Putri dan
tentu saja para wanita hebat yang sekarang ini masih aktif sebagai kepala
daerah antara lain Ratu Atut Chosiah sebagai gubernur Banten, Rustriningsih
sebagai wakil gubernur Jawa tengah, Tri Risma Harini sebagai walikota Surabaya,
Airin Rachmi sebagai walikota Tanerang Selatan, Rina Iriani sebagai bupati
Karanganyar, Sri suryawidati sebagai bupati Bantul, Ni Putu Eka Wiryastuti
sebagai bupati Tabanan, Juliarti sebagai bupati Sambas, Cristian Eugian Paruntu
sebagai bupati Minahasa Selatan, Idza Prianti sebagai bupati Brebes, dan Rita
Widyasari sebagai walikota Kutai Kartanegara.(Wikipedia.org)
Pada tanggal 27 Maret 2013 KPUD kota Bima
telah menetapkan tujuh pasang calon Walikota Bima. Ada sesuatu hal yang menarik
dan membanggakan dari ketujuh calon Walikota bima ada dua kadidat Walikota Bima
perempuan yaitu Hj. Rr. Soesi Wiedhiartini dan Hj. Ferra Amelia. Dari kedua figure
yang ada tentunya memiliki kemampuan memimpin yang tidak diragukan lagi. Jikalau
nanti para perempuan ini yang terpilih sebagai walikota Bima tentunya akan
menambah panjang daftar sejarah kepala daerah perempuan di Indonesia bahkan di
dunia. Kita sebagai masyarakat tentunya tidak boleh ragu jika mereka sebagai
pemimpin kita. Kita tentunya perlu memberikan kesempatan yang sama untuk
membuktikan kepemimpinan sebagai walikota Bima lima tahun mendatang.
Masyarakat Bima yang mempunyai
karakteristik social yang keras sangat terlihat dalam kehidupan social
budayanya. Mereka masih cenderung akan mengedepankan emosi dan kekuatan fisik
dalam menyelesaikan segala permasalahan di masyarakat. Hal ini tentunya sebagai
pertanda yang buruk terhadap proses
integrasi social. Masyarakat yang tengah konflik mememerlukan suatu penanganan
yang cepat dan tepat tanpa mengedepankan emosi dan kekuatan otot semata.
Sejatinya masyarakat yang cenderung memiliki karakter yang keras maka
diperlukan adanya suatu penanganan yang lembut dan penuh kasih sayang. Tidak perlu diragukan lagi, dalam
kenyataannya wanita biasanya memiliki sifat lebih lembut, naluri seorang ibu,
sehingga dalam memimpin tidak hanya menggunakan rasio saja tapi juga melibatkan
perasaannya. Secara naluriah wanita lebih penyabar dibandingkan pria. Wanita
lebih cermat dan hati-hati. Dengan kelembutannya pasti akan menjadi nilai
tambah dalam kemampuan memimpinnya yang pasti akan mudah diterima oleh
masyarakat yang dipimpinnya. Oleh karena itu diperlukanlah
sesosok pemimpin perempuan untuk meredam kerasnya emosi masyarakatnya.
Dari sini penulis mengajak para
pemilih untuk mencoba memberikan pemahaman bahwa antara laki – laki dan
perempuan adalah manusia yang sederajat. Hal ini tentunya akan berimbas
terhadap pemberian kesempatan yang sama pula terhadap perempuan untuk memimpin
kota Bima. Jangan sampai ada pengkotak-kotakan dalam memberikan pendidikan
politik dalam situasi perbedaan gender. Masyarakat kita tentunya akan sangat
merindukan sosok pemimpin yang cepat, tanggap, tepat, tegas namun tetap lemah
lembut dan penuh kasih sayang. Semoga Pemilukada kota Bima dapat dilaksanakan
dengan penuh ketentraman, kedamaian, dan penuh kasih sayang, Selain itu pemilukada
Kota bima dapat membantu mengkampanyekan kesetaraan gender di provinsi NTB pada
umumnya dan kota bima sendiri secara khususnya. Salam kesetaraan gender
Dimuat di WWW.kahaba.info/rubrik/opini
Komentar
Posting Komentar